SILLATURRAHIM MEMBAWA REJEKI
“Umar, tuh…tuh… liat ada burung!”
Seketika tangis Umar berhenti waktu saya menunjuk seekor burung yg nangkring di pagar. Awalnya hanya ada satu burung. Kemudian seekor burung yg lain terbang menghampiri. Mereka bercicit-cuit dan tidak lama, hinggap burung-burung lainnya. Dalam waktu singkat pagar depan rumah pagi ini jadi tempat kerumunan burung.
Ekspresi Umar pun jadi makin sumringah melihat semakin banyak burung. Saya yang tadinya hanya menargetkan untuk menghentikan tangis Umar, tak sadar ikut tertular kebahagiaan melihat burung-burung ceria bersilaturahim di pagar rumah. Burung-burung itu menjadi sebuah bukti nyata bahwa silaturahim itu ternyata membahagiakan.
Tidak salah kalau universitas Harvard pernah melakukan sebuah riset. Dikenal sebagai riset terpanjang di dunia mengenai kehidupan orang dewasa. Sejak tahun 1938 mereka merekam dan mengikuti kehidupan orang-orang dewasa untuk menemukan apa yang membuat orang-orang itu bahagia. Ternyata mereka menemukan bahwa kunci dari kebahagiaan adalah: relationship.
Orang yg paling bahagia adalah orang yang punya kualitas mendalam terhadap relationship. Baik hubungan dengan keluarga, teman dan juga komunitasnya.
Ba’da lebaran kemarin, saya beruntung bisa berhubungan dan bersilaturrahim dengan banyak orang.
Saat acara aqiqah anak ketiga Abah Zap Express, saya bisa bersilaturrahim dengan Kang Hernawan, Kang Jargus, Kang Faisal, Kang Yasin, Kang Haris dll. Suasana bahagia menyambut bayi yg baru lahir, dibungkus dengan obrolan santai. Tema obrolan seputar dinamika kas di TDA Nasional dan juga dinamika organisasi di TDA Bandung menjadi semakin lezat ditemani gulai kambing aqiqah.
Kemudian beberapa hari kemudian bersilaturahmi di Basecamp Immortal. Ketemu sama Mas Yusuf, Kang Attay, Kang Deden, Kang Ariez, Kang Harland, Kang Bondbond. Di sana saya banyak mendengar pencerahan dari para suhu. Ada yg bercerita mengenai cara yang baik dalam menyampaikan pendapat. Ada yang bercerita mengenai kehangatan yang di dapat dalam komunitas TDA. Ditemani oleh kopi immortal, malam yang dingin itu ternyata sukses menghangatkan hati kami.
Selang beberapa hari, giliran temen2 Divisi Epik yg ngajakin untuk ketemuan. Acaranya dibungkus dengan tema main anak. Jadi dipilihlah play ground TSM. Bareng sama Teh Vicky, Teh Adel, Kang Buder, Kang Bagas, Kang Jargus juga Kang Hendra Martabak. Selagi Kinan, Oi dan tiga bidadari kecilnya Kang Hendra main, kami bisa ngobrolin banyak hal. Terutama tentang bagaimana kelanjutan setelah divisi epik selesai. Bagaimana agar kita bisa terus berkembang saling menguatkan secara personal dan secara bisnis di TDA. Sambil menikmati es krim cone, diskusi tentang cara menghadapi ketakutan ditutup dengan challenge: naik roller coaster bareng-bareng 😀
Nah kemarin silaturrahmi dilanjutkan di Republik Sadu Soreang. Di sana ngobrol santai bersama Kang Bowo, Aagyn, Mas Wiet, Kang Wildan, Kang Deden, Kang Jargus dlsb. Senangnya makan ikan bakar sambil mendengarkan cerita-cerita perkembangan bisnis para suhu yg semakin meroket. Ada yg lagi ngebangun gedung training, ada yg lagi ngurus perikanan milik salah satu public figure nasional, ada yg dapet orderan ribuan paket, dlsb. Mendengar kisah sukses mereka membuat saya semakin ber-energi menatap masa depan 🙂
Dan barusan saya silaturrahim ke suhu saya mang yasin yang baru saja nambah anak ketiga. Daging domba aqiqah jadi saksi serunya cerita perjalanan bisnis beliau. Saya belajar tentang nature pebisnis. Ada titik mendapatkan, ada titik melepaskan. Ketika mendapatkan perlu melatih rasa syukur. Ketika melepaskan perlu melatih rasa sabar. Ah sebuah pelajaran berharga dari silaturrahim.
Padahal dulu, saya tidak suka silaturrahim.
Ke tempat saudara saja males.
Males ditanya2.
Males dikritik.
Males mendengarkan omongan2 yg tidak enak di telinga.
Ada om yang omongannya pedes.
Ada tante yg judes.
Ada ponakan yg rewel.
Ada sepupu yg kepo dan kompetitif.
Pertanyaan yg bikin iritasi pun bisa muncul out of nowhere:
Kapan nikah?
Kok kurusan?
Kok gendutan?
Kok belum lulus?
Kok belum punya anak?
Ah pusing…
Tapi lambat laun saya sadar bahwa saya tidak bisa mengontrol semua orang. Apalagi mengontrol apa yang mereka katakan.
Lha, jangankan mengontrol orang lain, mengontrol diri sendiri saja sulitnya setengah mati…
Pastinya akan lebih sulit bahkan mustahil untuk mengontrol orang lain.
Sehingga kemudian saya sampai pada kesimpulan bahwa salah satu jalan menuju ketidak bahagiaan adalah ketika kondisi hati digantungkan kepada tindakan/ucapan orang lain.
Lalu saya menemukan, sesuatu yg lebih produktif.
Alih-alih berusaha menjadikan orang lain seperti yang saya harapkan, ternyata akan lebih produktif jika saya melatih sifat yang lain.
Yaitu kedewasaan untuk melihat persamaan.
Untuk menyadari bahwa saya dan dia sama.
Sama-sama seseorang yang punya sifat negatif dan positif.
Bahwa silaturrahim adalah tentang memandang seseorang dalam satu paket. Yaitu sebuah pribadi yang unik dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
Kuncinya bukan untuk menonjolkan perbedaan dan sifat negatif masing2.
Tetapi untuk mengidentifikasi persamaan dan sifat positif orang lain.
Kemudian merayakan persamaan.
Membangkitkan sifat positif dan harapan.
Untuk belajar bekerja sama dan saling melengkapi sebagai jalan mewujudkan kebaikan, di dalam hidup yg singkat ini.
Jangankan dengan orang lain. Dengan saudara sekandung saja pasti ada perbedaan.
Ah saya jadi teringat salah satu pesan guru saya dahulu…
“Untuk bisa bersilaturrahim adalah untuk bisa menyatu.
Dan untuk bisa menyatu, kamu harus bisa mencair…
Nantinya kamu akan memahami bahwa sillaturrahim membawa rejeki.
Termasuk rejeki untuk menjadikan kamu menjadi pribadi yg lebih baik dari sebelumnya…pribadi yang bahagia…”
Terima kasih para suhu, atas pelajaran2 kehidupannya…
PS: denger2 Kang Iman bakal ngadain silaturrahim official TDA tapi kapan waktu dan tempatnya, masih menunggu konfirmasi selanjutnya. Ditunggu aaah biar bisa silaturrahim rame2…
No comments