365 Hari Menjalani Mimpi
Hari ini musim gugur di Belanda, dan di musim ini Tuhan sedang bermain-main dengan warna dedaunan. Pada sebuah pohon Dia membubuhkan warna hijau terang, di pohon yang lain Dia memberikan warna merah darah. Ada sebuah pohon yang daun2nya Dia beri warna kuning manyala, ada juga yang Dia beri warna perpaduan ketiganya dan gradasi di antaranya. Dan ketika sinar matahari menimpa pohon2 itu di sela-sela senja, maka Anda akan bisa merasakan bahwa Tuhan benar-benar sedang punya mood baik ketika melukis warna daun-daun di musim gugur.
Musim gugur tahun lalu adalah kali pertama saya menginjak Belanda. Masih dengan eforia yang meluap-luap sambil bertanya2 apakah saya bermimpi? Benarkah saya ada di belahan bumi di balik tanah kelahiran saya? Dan setiap pagi saya terbangun dengan pertanyaan itu.
Kuliah di luar negri memang impian saya. Saya masih ingat ketika pertama kali melihat tumpukan buku kursus Bahasa Inggris milik tante ketika saya masih SMP. “Buku2 Itu adalah jalanku menuju ke luar negri” batin si-Awan kecil. Saya juga ingat pernah menuliskan mimpi yang sama pada diary saya ketika kelas 3 SMA: “Saya akan masuk ke universitas terbaik, dan kemudian mendapatkan beasiswa luar negri”
Ternyata proses mendapatkan beasiswa tidak berjalan secepat yang saya harapkan. Beasiswa A, lulus persyaratan x tetapi kurang persyaratan y. Beasiswa B, lulus persyaratan y tetapi kurang persyaratan z dst-dst nya.
Ada yang bilang: “Luck is what happens when preparation meets opportunity”. Dan tidak terasa 6 tahun lamanya saya mencoba mematutkan diri untuk berbagai macam beasiswa. Sampai akhirnya tahun 2011 saya beruntung mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Belanda.
Ada yang bertanya pada saya: “Apa sih bedanya kuliah di luar negri sama di Indonesia?”
“Bukannya di Indonesia masih banyak universitas yang bagus?”
Saya tidak pernah kuliah Master di Indonesia, sehingga saya tidak bisa membandingkan bagaimana bedanya. Mungkin saja banyak universitas di Indonesia yang lebih bagus di bandung universitas di luar negri. Mungkin saja tidak. Terlalu banyak variabel yang bisa dijadikan ukuran.
Jadi yang bisa saya lakukan dengan pertanyaan di atas hanyalah sharing pengalaman tentang apa yang saya alami di luar negri.
Bagi saya, 365 hari kebelakang bukan hanya tentang kuliah. Tentu saja saya belajar banyak tentang Information System Modeling, Business Intelligence, Model to Model Transformation and Script Generation. Tetapi terlebih lagi, saya belajar tentang manusia.
Dari dulu, saya selalu tertarik pada manusia.
Ada orang-orang yang ketika di luar negri menghabiskan banyak waktu untuk jalan2 ke tempat yang indah. Foto di sana foto di sini. Tetapi entah kenapa saya lebih tertarik pada manusia-manusia yang saya temui.
Ketika mendapatkan kesempatan menjadi penyiar co-host di Radio Wereldomroep Nederland, saya menemukan sebuah fakta menarik bahwa Amsterdam adalah kota yang paling multikultural di dunia. Amsterdam memiliki 177 nationalities, disusul oleh Antwerpen (Belgia) sebanyak 164, dan New York sebanyak 150.
Dan Amsterdam dengan keragaman orang, dan berbagai komunitasnya memberikan saya pengalaman yang sangat beragam. Di sana saya menemui komunitas jazz yang sangat variatif, komunitas bercerita yang di gagas oleh orang-orang dari negeri 1001 malam dan juga kota yang membuat saya pertama kali kenal dengan berbagai macam dance style: Zouk, Salsa, Bachata, Kizumba, Lindy Hop, Contact Improvisation dll.
Saya bertemu dengan banyak orang di komunitas2 tersebut. Orang-orang yang sangat berbeda sudut pandang nya dalam melihat kehidupan, orang-orang yang “indah” dengan keberbedaan isi kepalanya.
Komunitas backpacker international Couchsurfing juga memberikan saya kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang yang unik. Saya bertemu dengan duo Italia yang suka bergelut, pasangan hitchiker Poland dengan keberanian dan passion atas penjelajahan yang menyala2, mahasiswa jurusan kedokteran yang maniak Dixieland (style jazz yang dipelopori oleh orang-orang dari New Orleans), dan puluhan pribadi unik yang sangat bermacam2 jenisnya. Beberapa di antara mereka menjadi teman baik, dan masih keep in touch via email untuk bertukar pandangan2 unik yang mereka temui di setiap hari.
Komunitas Couchsurfing juga sangat membantu ketika saya melakukan perjalanan ke negara2 lain di Eropa seperti Belgia, Slovakia, Czech Republic, Germany dll. Saya selalu kurang pas dengan metode perjalanan ala turis. Saya merasa tinggal di hotel memberi jarak pada kehidupan masyarakat lokal. Dan komunitas ini menghilangkan jarak itu untuk bisa memberikan saya sebuah kemewahan untuk mengintip bagaimana orang-orang itu hidup dan isi pikirannya.
Masa-masa mengerjakan thesis membuat saya harus “puasa” mengunjungi event2 di kota2 yang memakan waktu perjalanan. Dan Arnhem adalah kota yang saya tinggali tetapi paling terakhir saya kenal komunitas beserta orang-orang yang ada di dalamnya. Masa-masa mengerjakan thesis adalah masa-masa di mana saya mengalami Arnhem sebagai sebuah taman bermain yang besar.
Tidak lupa juga komunitas-komunitas Indonesia di sini. Perkumpulan Pelajar di Indonesia (Arnhem, Nijmegen, Rotterdam, Amsterdam, dll), Keluarga Muslim Nijmegen, Forum PhD Nijmegen dll. Saya bersyukur diberi kesempatan menjadi pembicara di sharing session PPI Nijmegen di Radboud university, dan juga dua kali mengisi materi dan workshop di KEMUNI. Komunitas-komunitas ini sukses membuat saya merasa kampung halaman tidak pernah terasa begitu jauh.
1.5 jam lagi saya akan berangkat menuju Bandara Schiphol – Amsterdam untuk terbang kembali ke tanah air dengan pesawat garuda. Saya akan pulang dengan senyum, mengingat semua kenangan 365 hari menjalani mimpi. Senyum itu berbaur dengan rencana menyambut mimpi2 baru yang ingin saya lakukan di masa depan.
Dan kemudian saya teringat sebuah kata-kata yang kurang lebih begini: “Pencapaian tujuan bukanlah mimpi sebenarnya, mimpi sebenarnya adalah pengejaran/proses realisasi dari tujuan itu sendiri. Masalah apakah tujuan akhirnya tercapai atau tidak, bukan menjadi yang utama. Ketika kamu berjalan dan berusaha merealisasikan mimpi2mu, maka sebenarnya kamu telah menjadi manusia bebas”
Terima Kasih Tuhan 🙂
7 Comments. Leave new
Selamat ya Mas, semoga apa yg di peroleh di Belanda bermanfaat bagi umat.. Amin.
Saya agaku kurang setuju dengan kalimat ini : “Tuhan benar-benar sedang punya mood baik ketika melukis warna daun-daun di musim gugur.” Bukankah semua yang dilakukan Tuhan adalah kebaikan? Hanya manusia yang memandang sebagian itu buruk karena ketidak adaan cahaya Tuhan (Nur Hidayah).
sukses selalu pak awan..
jangan lupa bimbing anak walimu ini.
😛
Sukses yaa pak.. semoga saya juga bsa sperti bapak. mngkuti jjak bapak… amin,, 🙂
menginspirasi ^^
Selamat ya mas Awan dan sukses selalu….
yeay, couchsurfing jg si pak dosen ini ternyata 🙂
Kumpul2 tar ya pak sm CS bandung hehe.