Don’t Cry Because It’s Over… But Smile Because It Happened…
Mengagumkan bagaimana benda sekecil ini bisa menjadi sumber kebahagiaan bagi banyak orang.
Dahulu kira-kira 17-18 tahun yang lalu, ring kecil ini terpasang di kamarku. Karena kamarnya lumayan besar untuk tempat bermain teman2, ring ini menjadi salah satu hiburan yang menyenangkan. Tiap akhir pekan (malam minggu) biasanya teman2 berkumpul di kamar dan melakukan berbagai macam ide permainan yang muncul salah satunya dengan ring ini. Ada kira-kira 5-10 orang berkumpul di kamar kalau malam minggu. Lokasi kamar yang terpisah dari rumah utama juga membuat kami bebas berteriak2 sesuka hati.
Selain ring kecil ini, kami juga bermain musik dengan instrumen seadanya. Bahkan sebuah band experimental bernama Zoompid sempat tercipta dari sini. Namanya sendiri terinspirasi karena stick drum yang dipakai untuk berlatih di kamar adalah sumpit yang dipakai buat makan. Ada icik2, ada sumpit, ada gitar2 yang dibawa dari rumah dll… Zoompid formation adalah Ami(Guitar Melody), Haryo(Bass), Anip(Vokalis), Awan(Drum), Gama(Manager)
Suatu malam kami melakukan permainan yang sedemikian serunya. Berlari2 keluar kamar sehingga salah satu kawan menabrak bagian pintu yang terbuat dari kaca. Tangannya kanannya berdarah berleleran dan kami dengan wajah horror dan shock berbuat sebisa2nya untuk menanggulangi masalah. Untungnya tidak ada hal fatal yang terjadi dan sampai sekarang bagian pintu itu juga tidak pernah diganti lagi.
Di salah satu bagian rumah yang lain, terdapat sebuah jendela kaca. Klasik karena kaca-kacanya berwarna-warni khas rumah kuno. Kira-kira 23-24 tahun yang lalu ketika saya dan Ami SD, kami sering menggunakan tape Polytron yang ditaruh di dekat jendela ini untuk merekam suara kami. Kami membuat berbagai macam skenario/cerita dan kemudian merekamnya dengan mic seadanya. Lalu terkekeh2 sendiri mendengar suara rekaman kami.
Bagian ruangan ini juga pernah menjadi kamarku. Pernah suatu ketika aku datang dan mendapati kamar sangat berantakan. Ternyata sebelumnya teman2 datang tapi aku sedang keluar. Dengan niat mengerjai maka kamar diberantakin termasuk baju2 dan koleksi komik2 bertebaran. Tidak ada rasa kesal kami semua menganggap itu sebagai bagian kreatif masa kecil kami 🙂
Ada juga sebuah sudut ruangan. Yang mempunyai banyak sekali peran selama bertahun2. Waktu 15-16 tahun yang lalu pernah berfungsi menjadi toko kelontong. Masih teringat jelas belajar UMPTN sambil nungguin toko kelontong.
Kemudian berevolusi konter hape. Ribowo yang menjalankan jualan pulsa, berbagai macam hp dan aksesoris plus servisnya.
Lalu seiring berjalannya waktu berubah menjadi salah satu kamar wisma beberapa tahun terakhir ini.
Ada bagian kebun rumah belakang yang juga menjadi tempat sarana bermain. Salah satu teman malah pernah menulis di temboknya Malvin Love *** menggunakan Cat Pylox. Dulu kira2 25 tahun yang lalu. Jaman2 masih cinta monyet meraja lela 😀
Di dekat situ juga pernah ditaruh sebuah meja berwarna hijau dengan garis putih. Berjuta-juta tawa dan gaya tercipta dari permainan itu. Dulu ada Lukman yang jadi salah satu temen buat main tenis meja. Kadang kita main di rumahku, kadang main di rumah dia di sebelah mesjid agung. Jauh sebelum kami mengenal olahraga basket. Aku masih ingat cengiran lebar Lukman kalau berhasil men-smash atau kecut mukanya ketika mengejar bola masuk yang salah perkiraan 😀
Malam lebaran, biasanya juga kami ngumpul di depan rumah. Bercerita ngalor ngidul sampai mata sepet jam 2-3an tentang berbagai hal karena sudah pada kuliah dan pisah2. Padahal besoknya bangun pagi buat sholat ied.
Kenapa sih lebaran-lebaran gini bercerita tentang memory masa lalu?
Hal itu dikarenakan adalah dalam momen2 lebaran ini terjadi sebuah transisi besar. Jalan hidup mengharuskan keluarga kami untuk melepaskan rumah yang ditinggali selama 30 tahun. Bapak ku bahkan telah tinggal di rumah ini sejak remaja. Mungkin sekitar 50 tahun.
It’s not easy to leave something behind that is part of you for about 30 years.
But I remember one of my Bangladeshi friend said: Don’t Cry Because It’s Over… But Smile Because It Happened…
Walaupun tiap sudut rumah ini mempunyai terlalu banyak kenangan,
Walaupun rumah ini bukan hanya tempatku tumbuh berkembang bermain tetapi juga tempat teman2ku tumbuh berkembang bermain…
Walaupun proses pelepasan rumah ini dipenuhi aroma intrik, pengingkaran janji waris, keserakahan dan lain sebagainya…
Namun aku percaya pada rahasia Tuhan…
Dan alih2 harus menangis karena kehilangan, aku akan memilih untuk tersenyum atas semua kebahagiaan, keceriaan, pelajaran, kebijaksanaan yang aku alami berkaitan dengan rumah ini…
Thank you my friends, families and all people that experienced all the good things happened in this house.
*ditulis dengan penuh romantika dari Jalan Jendral Sudirman no:314 (dulu 198) Pelutan Pemalang.
1 Comment. Leave new
What a story..