Tutur Sang Mentari #15
Awan: Maukah engkau turun sebentar ke bumi dan menjadi manusia? Aku ingin menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang sering ditanyakan dari dan kepada manusia lain.
Mentari: Tentu saja, aku akan turun ke bumi dan merubah diriku menjadi seorang manusia sehingga kamu bisa menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang sering ditanyakan oleh sesama manusia. Aku akan minta bantuan kepada Tuhan agar menggantikanku dengan mentari untuk menyinari bumi selama aku menjadi manusia 😀
[chiuuuuwwwzzzz…. lalu Mentari pun merubah diri, berada di hadapan Awan sebagai seorang laki-laki seumuran Awan. Mereka berdiri berhadap-hadapan di loteng tempat Awan biasa berbincang pagi dan sore dengan Mentari]Mentari: Oke, aku sudah di sini… mari kita berbincang seolah-olah kita kawan lama yang tidak bertemu.
Awan: Baik… Aku mulai… Hallo Mentari, lama kita sudah tidak bertemu. Apa kabar?
Mentari: Kabar baik Awan, bagaimana denganmu?
Awan: Aku juga baik-baik saja… ngomong-ngomong, kok kamu sendirian… mana istrimu?
Mentari: Oh aku belum punya istri…
Awan: Ah kenapa kamu belum punya istri? apakah kamu tidak ingin punya istri? Nanti kamu tua tidak ada yang ngurus lho… Apa kamu tidak pingin punya anak?
Mentari: Hmm… mau jawaban becanda atau jawaban serius nih he he he…
Awan: Ah kamu ini bisa aja, oke jawaban becanda aja dulu…
Mentari: Jawaban becandanya… “engga tuh” *dengan muka cengengesan* he he he…
Awan: Ok…ok… sekarang jawaban seriusnya?
Mentari: Jawaban seriusnya… “engga pengen” *dengan muka serius*
Awan: Lho kenapa bisa begitu? kenapa kamu engga pengen punya istri? engga pengen punya anak?
Mentari: Awan, dalam hidup ini dua hal yang datang silih berganti : senang… dan sedih… Setelah sedih, ada senang. Setelah senang, ada sedih. Tidak mungkin orang akan sedih terus menerus dan tidak mungkin orang akan senang terus menerus.
Awan: Lalu hubungannya punya istri dan punya anak dengan senang dan sedih apa?
Mentari: Belum punya istri, tetap bakal bertemu senang dan sedih. Sudah punya istri juga tetap bakal bertemu dengan senang dan sedih. Di sini “istri” bisa digantikan dengan variable lain: anak, rumah, mobil, jabatan, dlsb
Awan: Lalu kalau sama-sama aja, enakan punya istri dong… senang ada yang nemenin, sedih juga ada yang menghibur?
Mentari: Bisa jadi, dan yang perlu diperhatikan adalah selain bisa menghibur/menemain, istri juga bisa menjadi sumber dari kesedihan. Begitu pula anak, rumah, mobil, jabatan, gaji, dlsb. Jadi sebenarnya intinya bukanlah “punya” sesuatu, tetapi bagaimana agar pada saat sedih kita tidak terlarut kedalamnya. Sehingga kita bisa menikmati masa-masa sedih, sama seperti kita menikmati masa-masa bahagia.
Awan: Hmm… bagaimana caranya?
Mentari: kuncinya adalah memahami darimana asal dari kesedihan/penderitaan. Pengalamanku, asalnya ada beberapa hal:
– Menginginkan sesuatu secara berlebihan.
– Menggelisahkan sesuatu yang belum dimiliki secara berlebihan.
– Terlalu terobsesi terhadap sesuatu sehingga menyiksa diri karena belum mencapai sebuah keadaan ideal. Selain itu,
– Penolakan terhadap kondisi yang ada.
– Melupakan/mengabaikan sesuatu yang kita miliki (dan biasanya adalah sesuatu yang berharga)
In a simple word, suffering is when you want something that you don’t have and don’t want something that you do have.
Awan: Bagaimana aku tahu bahwa aku sudah berlebihan menginginkan sesuatu?
Mentari: Gampang, ketika kamu merasa sedih, marah, frustrasi, jengkel, stress, depresi, malu dan emosi2 negatif lain. Emosi2 tersebut merupakan sebuah “alarm” kalau kamu menginginkan sesuatu secara berlebihan.
Awan: hmm… menarik sekali…terima kasih Mentari… kini aku tahu bahwa ketika emosi2 negatif itu muncul, maka saatnya aku melihat ke dalam diri. Bukan malah menyerang apa yang ada diluar diri.
Mentari: Betul Awan… Tuhan itu dekat, se-dekat urat nadi…Dia tidak berbicara denganmu dengan menggunakan cara luar biasa seperti sinar terang yang datang dari langit. Dia berbicara padamu setiap saat lewat kehidupan sehari-hari.
4 Comments. Leave new
Wan piye kabarmu saiki? 😉
Kabare saiki lagi seneng ngobrol karo Mentari neng loteng mas… sisan sinau Taichi hehe…
Sampeyan apa kabar?
luar biasa saiki wis mengarah ke jalan failasuf dan ilmuwan
semoga mentari selalu menyinari jalanmu 😉
alhamdulillah baik.. saiki anakmu wis piro?
Amin mas bro… masih belajar dari kehidupan dan sang mentari mas 🙂
Anak masih 40 mas, anak wali maksudnya hehe…
Lagi sibuk ngerjain apa akhir2 ini mas?
Sori baru bales, kemaren mudiknya kelamaan dan muter2 ke banyak kota 😀